Banda Aceh – Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Aceh, Teuku Wariza, angkat bicara soal tudingan Konsorsium Hutan Sungai Aceh (KHAS) yang menuding pemerintah daerah abai terhadap aktivitas tambang di Aceh Selatan. Wariza tegas membantah klaim tersebut dan menyebut informasi yang disampaikan KHAS keliru serta berpotensi menyesatkan publik.
“Di Aceh Selatan hanya ada satu izin tambang yang beroperasi, yaitu PT PSU di Kecamatan Kluet Tengah. Itu pun aktivitasnya tidak berjalan optimal. Jadi tidak tepat kalau KHAS mengaitkan isu tambang dengan Trumon Raya, karena di kawasan itu tidak ada izin tambang yang aktif,” kata Wariza, Kamis (25/9/2025).
Wariza menilai narasi yang dibangun KHAS sarat dengan kepentingan kelompok anti-investasi. Menurutnya, masyarakat Aceh justru butuh pembangunan ekonomi berkelanjutan yang salah satunya bisa didorong lewat investasi tambang yang legal dan profesional.
“Kita dukung tambang rakyat dengan izin resmi. Dengan begitu ada mekanisme pengendalian lingkungan yang jelas,” ujarnya.
Lebih jauh, Wariza menekankan, sektor pertambangan yang dikelola dengan baik bisa membawa banyak manfaat bagi masyarakat dan daerah. Mulai dari membuka lapangan kerja, memberikan kontribusi sosial, hingga meningkatkan pendapatan daerah.
“Kalau investasi diarahkan pada hilirisasi pertambangan, manfaatnya akan lebih luas. Daerah tidak hanya jadi penyedia bahan mentah, tapi juga bisa tumbuh industri pengolahan, meningkatkan nilai tambah ekonomi, dan membuka peluang pasar baru,” jelasnya.
Wariza juga mendorong pemerintah Aceh Selatan membuka ruang investasi yang sehat, kompeten, dan ramah lingkungan. “Pemanfaatan sumber daya alam harus profesional, supaya ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan,” tegasnya.
Sebelumnya, KHAS mendesak Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, untuk mengevaluasi seluruh izin tambang. Direktur KHAS, Khairul Abrar IH, menyebut praktik pertambangan selama ini hanya menguntungkan segelintir pengusaha, sementara masyarakat harus menanggung dampak kerusakan lingkungan.
“Tambang hanya menguntungkan pengusaha. Masyarakat dijadikan pelengkap penderita akibat kerusakan lingkungan,” ujar Khairul.





















